CULTURE SHOCK KOTA BESAR, BENARKAH ADA? #keluhkesahjakarta

 

#KeluhkesahJAKARTA

#1

CULTURE SHOCK KOTA BESAR

Setelah sekian lama tak menulis, rasa rindu itu muncul kembali keinginan untuk bisa membagikan keresahan baik itu hal yang menyenangkan maupun hal yang tidak menyenangkan. Okay kita mulai dengan seri baru untuk KeluhKesahJAKARTA.

Di bagian pertama ini saya tertarik untuk meceritakan hal-hal yang berkaitan dengan perantau dan kehidupannya di kota besar, sebelumnya saya sampaikan bahwa latar belakang saya adalah pemuda kampung (kalo kata orang Jakarta) yang masuk dalam kabupaten termiskin di wilayah pulau Jawa. Hal yang membuat saya beruntung dibanding orang lain di kampung saya adalah kebetulan orang tua saya Guru sehingga mereka memiliki visi untuk anaknya berpendidikan, mungkin untuk orang lain disana masih lebih cenderung mencari uang saja untuk bertahan hidup. Karena keberuntungan itulah saya bisa merasakan tinggal dan belajar di kota-kota besar seperti Semarang dan Yogyakarta, sampai akhirnya saya berlabuh di Ibukota Jakarta.

Perlu diketahui dan mungkin kalian-kalian setuju sebagai sesama perantau bahwa tidak ada niatan ataupun keinginan untuk bekerja di Jakarta, jadi kebanyakan perantauan tidak bercita-cita untuk mencari rezeki atau penghidupan di Ibukota, menurut riset saya pribadi semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin banyak pilihan hidup sehingga tidak berharap untuk menambah kesesakan kota besar. Kita sudah tahu bahwa hidup di Jakarta tidak mudah dan mungkin tidak sesuai dengan prinsip hidup orang Jawa yang sederhana dan apa adanya.

Sempat muncul video di Instagram/tiktok mengenai culture shock tinggal di Jakarta, yang mana sebagian besar cuplikannya sangat relate dengan kami yang merupakan perantau dari daerah. Tapi di seri ini saya akan bercerita lebih dari perspektif saya pribadi, tidak menutup kemungkinan berbeda perspektif dengan kalian yang mungkin tak sengaja membaca. Pertama adalah tempat tinggal atau kosan di Jakarta, yang ada di dalam gang sempit dan saling berhimpit satu sama lain dengan ukuran kamar yang sempit. Bagi kita yang tinggal di daerah pasti akan merasa sangat pengap dan sesak karena kampung halaman tinggal di rumah yang luas, bahkan jarak antar rumah yang masih jauh-jauh, bunyi serangga malam menambah syahdunya tiap malam kami.

Kedua adalah perbedaan waktu antara di daerah dengan waktu yang berjalan di ibukota. Saya pernah tinggal di Semarang dan Yogyakarta yang mana saya menikmati hari kehari dengan suasana tenang namun tujuan tetap dapat dicapai. Sejak mulai hidup di Ibukota, perasaan jam dan satuan waktu yang dipakai sama tetapi setiap hari diikuti rasa terburu-buru, takut tertinggal, takut ada hambatan di jalan, takun terlambat, dan serba ketakutan tiap kali terbangun dari tidur. Waktu terasa berjalan lebih cepat dibanding ketika hidup di daerah, dalam sehari kita tidak bisa berpindah-pindah tempat dengan mudah perlu berpikir naik apa, berapa lama, biayanya berapa dan masih banyak pertanyaan terngiang di otak. Sadarkah untuk kaum pekerja yang setiap melihat kalender baru masuk di awal bulan akan tetapi bisa membayangkan apa yang akan dikerjakan dan dilalui selama sebulan kedepan dengan catatan-catatan penting untuk setiap hal yang akan dilakukan, saya bandingkan ketika hidup di Yogyakarta dalam kesehariannya kita hanya memikirkan beberapa agenda penting saja dan sisanya adalah menikmati setiap berjalannya waktu.

Ketiga adalah pertemanan dan hubungan sosial semu antar manusia. Banyak kita lihat keluhan mengenai hubungan pertemanan di Ibukota yang tersebar di media sosial maupun dunia nyata. Ibukota sangat memberikan ruang  untuk orang berinteraksi dan menjalin banyak circle pertemanan, baik di lingkungan kerja, lingkungan tongkrongan maupun lingkungan perumahan. Sedangkan pada kenyataannya semua itu semu dan bersifat sementara, selama ada kepentingan yang sama dan terikat dalam lingkungan yang sama makan jalinan pertemanan terjalin, tapi ketika ikatan sudah terlepas dan beda lingkungan maka pertemanan dan hubungan akan dengan sendirinya menghilang ditelan waktu, orang baru datang silih berganti membuat setiap insannya makin memiliki hati yang keras dan bodo amat.

Keempat adalah jangan percaya hanya apa yang kalian lihat karena apa yang tampil itu tidak seindah kehidupan aslinya. Ibukota ini memberikan saya pelajaran berharga bahwa semua yang terlihat kaya, terlihat memiliki, berhias dengan barang-barang mahal, datang dan pergi ke tempat fancy tidak semuanya asli seperti yang dilihat. Anomali-anomali ini saya temukan dan membuat saya tercengang, ada yang peduli dengan gadget mahal tapi untuk makan sehari-hari saja tidak cukup, ada yang bermobil mahal tapi tidak sanggup isi bensin, ada juga yang hobi nongkrong di café tapi hobi pinjam uang dan sampai ada yang bercerita kehidupan mewahnya dan mengada-ada untuk serba memiliki, tapi semua itu hanya khayalan yang diposting ke media sosial. Norma dan nilai kehidupan sederhana atau apa adanya di masyarakat daerah tercabik-cabik melihat fenomena sosial yang ada di Ibukota. Bersabarlah dan masih bernafas meskipun sesak kawan.

Kelima adalah keunggulan privilege menjadi modal penting untuk menjalani kehidupan sukses di Jakata. Hey kalian semua yang merintis karir dari bawah, mencari penghidupan dari bawah sembari menikmati proses hidup, tetap lanjutkanlah dan konsisten. Kaum-kaum privilege sangat berkuasa sekali di Jakarta, baik ketika di jalanan Ibukota mereka selalu menjadi diutamakan dijalan ataupun memaksa untuk diutamakan (pakai strobe dan klakson/patwal), di lingkungan kantorpun tidak jauh bahwa terkadang kompetensi dinomorduakan, tetapi influence dari privilege mempengaruhi kemudahan berkarir. Semua kemudahan itu muncul begitu saja tanpa ada daya untuk membendung dan mengabaikannya. Awalnya membuat diri saya berkontemplasi memikirkan ketidakadilan dalam kehidupan ini apalagi di negeri kita ini. Tapi ternyata memang kita tidak dapat berharap keadilan dari manusia, yang ada kata adil hanya ada untuk kehidupan setelah di dunia, tidak ada kehidupan ideal seperti yang awalnya dipikirkan ketika awal mulai bekerja di Ibukota.

#murniperspektifdanopinipribadi

Comments

Popular posts from this blog

catatan perjalanan seorang jobseeker part 2 "MEGA FINANCE"

Catatan Perjalanan Seorang Jobseeker Part 7 "ASTRA ASURANSI"

Catatan Perjalanan Seorang Jobseeker Part 4 "TOYOTA ASTRA FINANCE"