PERJALANAN HIDUP DAN CARA BERPIKIR BERUBAH KARENA COVID-19, BENARKAH?
Pernah bayangkan seberapa signifikan covid berpengaruh di hidup kita?
Terlepas dari perdebatan percaya atau tidak, ataupun konspirasi atau alami.
Secara tidak sadar saat ini setelah lebih dari satu tahun berjibaku dengan covid, baik di dunia nyata (rumah, tongkrongan, sekolah, kantor, dll) dan di dunia maya (all sosmed dan kanal berita) kita sudah bergeser pemikiran dari pemikiran normal kita dulu, sampai ke pemikiran normal kita sekarang. Contoh sekarang ketinggalan masker udah kaya ketinggalan dompet karena begitu pentingnya, serba jaga jarak saling curiga di kendaraan umum, ataupun ditempat umum jadi maunya kemana mana cari yang sepi kalo ada orang lain pilih kabur aja. Padahal dulu itu baik-baik saja kecuali di keramaian takut kecopetan, atau nongkrong males ada yang rese. Sudah sadar kita udah bergeser nilai kenormalannya?
Okay saya lanjutkan lagi dampak signifikan lainnya adalah merubah nasib hidup kita dalam kurun waktu satu tahun ini. Covid dianggap sebagai force majeure yang merubah kondisi, jadi hampir semua sekarang faktor xnya bergeser atau mengikuti arah covid ini bergerak. Sebelum covid ada kuliah berasa ambis aja kejar IP dan lulus cepat demi lanjut ke jenjang lebih tinggi atau buru-buru kerja, atau kita sedang kerja aman-aman aja semua bisa teratasi ambis kejar karir dan perbaikan gaji, yang agak sentimentil yang lagi pdkt lalu pacaran, bercita cita nikah bagi yang serius tentuin venue buat nikah. Yaa semua itu sangat indah bukan sebelum semua faktor X bergeser ke arah yang tidak sesuai keinginan kita justru mengikuti arah covid berjalan.
Lihat sekarang yang muncul sejak diterima jadi mahasiswa dan mulai kuliah sampai sekarang aja tidak pernah tatap muka dengan temen kuliah ataupun dosen, sensasi kuliah jadi berubah cukup laptop dan kuota aja, lalu yang lulus dimasa ini niatnya buru-buru kerja eh malah tempat-tempat kerja pada tutup atau belum terima karyawan baru mungkin juga sedang pengurangan karyawan. Buat yang lagi nyaman dan ambisnya kerja bergeser jadi nuansa WFH yang penuh ketidakpastian karena tuntutan kerjaan maunya tetep WFO walau resiko terpapar covid isoman14 hari (kalo ringan gejalanya), boro-boro mikirin ngejar karir karena buat pertahanin tempo kerja jauh lebih sulit dengan ekspektasi yang dibebankan tetap tinggi, mungkin malah berpikir bahwa resign jadi solusi untuk penderitaan masa kerja selama covid satu tahunan ini. Usaha yang dilakukan lebih untuk bekerja selama covid juga tidak membuat kita berharap bisa menuntut gaji lebih dengan alasan kondisi perusahaan lagi sulit juga. Buat yang cinta-cintaan sekarang mau pdkt nongkrongnya susah, mesti antri padahal mau ngerayu-ngerayu dan gombalin tapi meja kursinya aja dijarakin jauhnya lalu dikasih sekat dan diwaktuin ga boleh lama-lama lagi, lebih kurang beruntung buat yang cuma bisa take away tempat makannya boro-boro bisa jadian ama cewek itu yang ada mah dapet makan kenyang doang. Yang sempet jadian jadi putus karena ga bisa kalo ga ketemu, atau mendadak jadi LDR walau tempat tinggal masih satu kota. Sedihnya lagi yang udah serius mau nikah aja masih di kasih cobaan berat harus cancel acara, venue mundur karena regulasi pemerintah, yang agak mendingan bisa ijab di hadiri 30 orang saja udah bersyukur banget padahal biasanya yang dateng ribuan. Nikah sekarang itu cuma jadi urusan diri sendiri, pasangan, dan keluarga inti, jangan harap yang cowok-cowok dapet dukungan moral dari teman-temannya di waktu akad, atau foto-foto bareng geng cewek yang udah ada sejak jaman masih SMP. Udah sadar hidup kita lebih menyedihkan sekarang?
Hal yang paling tidak diinginkan dalam hidup kita pun covid bisa kabulkan dan sangat mempengaruhi cerita hidup kita, masih ingat waktu lebaran bisa kumpul keluarga, makan opor dan rendang bersama sambil foto-foto senyum bahagia, sekarang ada emang? covid justru membuat perpisahan diantara kita dengan saling meninggalkan, iya meninggal-kan. Anak ditinggal orang tua, orang tua ditinggal anak, suami ditinggal istri, istri ditinggal suami, ditinggal kerabat dan sahabat, ditinggal dosen, atasan, bawahan dan masih banyak versi cerita ditinggalkan yang pilu. Perpisahan yang terjadi bahkan setiap hari ada di masa PPKM Darurat, toa masjid bunyi setiap hari, grup WA keluarga, grup WA alumni, grup WA teman dan sosial media kompak memberitakan berita duka cita. Tidak bisa dibayangkan jumlah tangisan dan tetesan air mata yang muncul akibat covid ini.
Perpisahan ini secara langsung merubah kondisi dan cerita hidup kita, tiba-tiba jadi tulang punggung mungkin atau jadi mendadak harus mandiri, mendadak harus bisa cari uang, mendadak harus menanggung hutang sendirian, dan mungkin masih ada yang belum bisa ikhlas menerima kondisi yang terjadi.
Satu tahun lebih covid merubah masa depan kita dengan cara yang tidak diduga dan tidak diharapkan. Tetap semangat kawan semua, Anda tidak sendiri dan mantapkan hati untuk jalan cerita panjang bersama covid yang belum juga reda. Terima kasih
red" Penulisan covid dibuat lebih mudah dicerna dan sudah familiar bukan menggunakan COVID-19
Comments
Post a Comment